Apakah toxoplasmosis itu ?
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa (hewan
bersel satu) Toxoplasma gondii
Siapa saja yang bisa terkena ?
Semua orang (wanita & pria) bisa terkena penyakit ini.
Siapa saja yang perlu diperiksa Toxoplasma ?
“ Wanita yang akan hamil
“ Wanita yang baru / sedang hamil (bagi yg belum pernah atau hasil
sebelumnya negatif)
“ Bayi baru lahir yg ibunya positif terinfeksi
toksoplasma pada saat hamil
“ Penderita yg diduga terinfeksi
Bagaimana mengenali gejala infeksi toxoplasma ?
Pada umumnya infeksi ini tidak menunjukkan gejala, kalaupun ada, gejalanya
tidak khas/spesifik, sehingga sering dokter atau yang bersangkutan tidak
mengenalinya.
Adakah cara lain untuk mendiagnosa infeksi ini ?
Ada. Diagnosa sangat tergantung pada pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium :
a. pemeriksaan parasit secara langsung : rumit, tidak praktis, butuh waktu
lama, mahal.
b. pemeriksaan antibodi spesifik Toxoplasma : IgG, IgM dan IgG
affinity
Apakah IgM dan IgG Toxoplasma ?
IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi
Toxoplasma.
IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan
biasanya akan menetap seumur hiduppada orang yang terinfeksi atau
pernah terinfeksi.
Apakah IgG affinity itu ?
Adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi.
Apa manfaat IgG affinity ?
Pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG avidity untuk
memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat
hamil
Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu
dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil
yang berbahaya, khususnya pada TriMester I
‘ Perlu diketahui kapan pemeriksaan
dilakukan pada kehamilan
Tes toksoplasma apa saja yang perlu dilakukan ?
idealnya :
“ Sebelum hamil ‘ tes IgG
“ Saat hamil, sedini mungkin (bila belum pernah atau hasil sebelumnya
negatif) IgG dan IgM Toxoplasma .
Bila hasil negatif, diperlukan pemantauan setiap 3
bulan pada sisa kehamilan
Bagaimana Interpretasinya ?
a. bila IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi.
Harus diperiksa kembali 3 mgg kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+).
Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi
Toxoplasma.
b. bila IgG (-) dan IgM (-)
Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi.
Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3
bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan
kebutuhan pemeriksaan anda).
Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.
c. bila IgG (+) dan IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi
IgM nya masih terdeteksi (persisten=lambat hilang).
Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum
yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau
sesudah hamil.
d. bila IgG (+) dan IgM (-)
Pernah terinfeksi sebelumnya
Bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksi
nya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan,
untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.
Bila ada pertimbangan lain, Dr anda akan meminta izin untuk
pemeriksaan lanjutan sesuai kebutuhan.
Rangkuman
“ Toxoplasmosis berbahaya bagi janin bila ibu
terinfeksi pada saat hamil, khususnya padaTrimester I
“ Gejalanya tidak spesifik’ perlu pemeriksaan laboratorium
“ Pemeriksaan awal kehamilan
o Bila IgG & IgM negatif, hindarilah sumber infeksi yang dapat
menyebabkan ibu tertulat dan selanjutnya perlu dilakukan pemantauan
sepanjang kehamilan.
o Bila IgG dan IgM positif belum tentu terinfeksi ‘ tes lanjutan IgG
avidity ‘ dpt memperkirakan kapan infeksi terjadi (sebelum
atau pada saat hamil)
Dengan deteksi sedini mungkin dokter dapat segera memberikan
pengobatan/ melakukan tindakan yang diperlukan.
Toksoplasmosis sering disebut sebagai salah satu penyebab
terjadinya kegagalankehamilan, dengan berbagai jenis manifestasi klinis seperti
abortus, lahir prematur, IUGR, lahir mati dan lahir cacat (Kasper and
Boothroyd, 1993; Remington, 1995; Denney, 1999). Prevalensi toksoplasmosis
secara serologik pada berbagai populasi di dunia termasuk di Indonesia
mencapai lebih dari 50% (Partono dan Cross, 1975; Samil, 1988; Decavalas, 1990;
Allain, 1998; Jenum, 1998; Sardjono, 2001a), namun apakah toksoplasmosis memang
menyebabkan kegagalan kehamilan dan bagaimana mekanisme terjadinya
hal tersebut, sampai sekarang masih belum dapat dijelaskan dengan baik.
Telah diketahui bahwa selain status kekebalan hospes,
tingkat virulensi parasit penyebab infeksi sangat menentukan manifestasi klinik
yang timbul. Berbagai jenis galur Toxoplasma gondii dikenal mempunyai tingkat
virulensi yang tinggi I menengah dan rendah (Evans, 1992; Roberts and
Alexander, 1992; Darde, 1996; Guo and Johnson, 1996; Jensen, 1998; Dubey, 1999;
Kobayashi, 1999). Infeksi patogen intraseluler termasuk Toxoplasma gondii,
memicu sekresi berbagai jenis sitokin proinflamasi (Th1) seperti TNFα, IL-12
dan IFNy. Hal ini bertujuan untuk melawan patogen yang bersangkutan, dan
berdampak protektif bagi hospes yang bersangkutan (Hyde, 1990; Kasper and
Boothroyd, 1993; Kasper, 1998; Denney, 1999; Abbas, 2000). Tetapi, overproduksi
IFNy akibat infeksi Toxoplasma gondii galur RH, justru rnenginduksi
Fas-dependenf apoptosis sel-sel T pada Peyer’s patch dan plasenta
(Liesenfeld, 1997; Bliss, 1999; Denney, 1999; Mordue, 2001), dan menyebabkan
rusaknya sel-sel hepar serta kematian mencit (Darde, 1996; Guo and Johnson,
1996; Jensen, 1998).
Kehamilan adalah suatu fenomena fisiologik di mana
konseptus pada hakekatnya merupakan parasit atau “semi-allograft”.
Secara imunologik, parasit ini; sepatutnya mengalami reaksi penolakan dari
tubuh ibu, tetapi kenyataannya kehamilan tetap berlangsung hingga
bayi aterm. Kelahiran normal pada dasarnya adalah bentuk penolakan
janin yang sebelumnya telah diterima, yang terjadi sesuai dengan program yang
direncanakan. Kegagalan kehamilan adalah bentuk penolakan yang
terjadi lebih dini. Dari semua kasus kegagalan kehamilan 25-40% di
antaranya terjadi pasca implantasi (Klein & Remington, 1995; Norwitz,
2001). Fenomena penerimaan dan penolakan janin ini cukup menarik perhatian para
ahli sejak lebih dari setengah abad yang lalu (Cunningham, 1997; Hilla, 1997;
Beer and Kwak Kim, 1998; Bowen, 2001). Berbagai konsep yang diajukan, khususnya
tentang keterlibatan plasenta dalam imuno-patogenesis terjadinya
kegagalankehamilan, masih diperdebatkan dan belum mencapai kesepakatan
pendapat.
Apoptosis sel-sel plasenta adalah proses yang
fisiologis. Pada kehamilan normal ditemukan apoptosis sel-sel
desidua den trofoblas yang meningkat seiring dengan usia kehamilan(Smith,
1997; Runic, 1998; Halperin, 2000). Derajat apoptosis sel-se plasenta bayi
aterm yang lahir spontan tidak berbeda dengan yang lahir melalui tindakan
pembedahan caesar (Thief, 2000). Apoptosis sel-sel desidua dan villi
khorionik pada kasus-kasus abortus spontan lebih tinggi dibanding pada kehamilan normal
(Kokawa, 1998a; Jerzak, 1999; Hirabayashi, 1999; Ejima, 2000; Qumsiyeh, 2000).
Kegagalan kehamilan diduga teejadi karena adanya peningkatan
apoptosis sel-sel plasenta yang melebihi keadaan normal. Peningkatan
IFNy pada toksoplasmosis dapat meningkatkan apoptosis sel-sel
plasenta melalui jalur ekstrinsik, yaitu melalui interaksi
receptor-ligand-FADD, yang mengaktivasi initiator dan effector caspases,
termasuk caspase-3 (Thomberry, 1998; Cotran, 1999; Anonymous, 2003; Rowe and
Chuang, 2004).
Penelitian eksperimental laboratorium ini dilakukan dengan
menggunakan mencit BALB/c bunting. sebagai hewan coba, dengan tujuan untuk
mencari dan mempelajari mekanisme terjadinya
kegagalan kehamilan akibat toksoplasmosis. Untuk mendapatkan sejumlah
mencit bunting dalam waktu yang bersamaan, dilakukan sinkronisasi oestrus
terhadap 80 ekor mencit BALB/c betina yang sudah pernah beranak dengan
memanfaatkan fenomena Lee Boot effect, Whitten effect dan Pheromomone effect.
(O’Brien and Holmes, 1993; Bailie, 2000).
Setelah dikawinkan secara monogami selama satu malam,
mencit-mencit tersebut dibagi menjadi 4 kelompok dosis, masing-masing
beranggota 20 ekor. Inokulasi dengan takhizoit Toxoplasma gondii galur RH
dilakukan pada H-9 pasca kawin (p.k.) dengan tiga tingkatan dosis,
yaitu dosis 10, 50 dan 100 takhizoit, ditambah kelompok kontrol (dosis 0).
Pengamatan untuk masing-masing kelompok dosis dilakukan pada H-12,
H-14, H-16 dan H-18 p.k. Darah diambil dari sinus orbitalis sebelum mencit
dimatikan dengan dislokasi servikal, lalu diukur kadar sitokin IFNy plasma
dengan metoda ELISA. Takhizoit dalam cairan peritoneum dihitung menggunakan
kamar hitung Neubauer. Setelah dibedah, hasilkehamilan dinilai dengan
menghitung jumlah janin pada kedua uterus pada masing-masing
mencit. Dua lobus uterus yang berisi janin masing-masing diambil untuk dibuat
sediaan histopatologi. Dari irisan jaringan yang serial, salah satu di
antaranya dilakukan pemeriksaan imunohisto-kimia untuk menilai ekspresi enzim
caspase-3. lrisan sediaan histopatologi yang lain, masing-masing diwamai dengan
HE dan perwamaan immunohistokimia menggunakan Apoptag Kit, lalu dihitung indeks
apoptosis sel-sel trofoblas dan desidua dengan mikroskop cahaya
biasa pada 20 lapangan pandang dengan pembesaran 1000X.
Dari 80 ekor mencit yang dikawinkan secara berpasangan,
temyata yang berhasil buntingpada pengamatan secara fisik berjumlah 45
ekor (pregnancy rate = 56,25%), tetapi padapengelompokan ulang berdasarkan
jumlah mencit pada masing-masing kelompok dosis yang masih hidup sampai
dengan jadwal pembedahan serta memenuhi kriteria masukan, hanya diperoleh 24
ekor mencit, masing-masing 9 mencit dibedah pada H12 mewakili
periode-2, dan 15 mencit dibedah pada H15-16 mewakili periode-3 dari
kebuntingan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi Toxoplasma
gondii galur RH pada mencit BALB/c bunting menurunkan jumlah janin.
Pengaruh ini baru terlihat secara nyata padapengamatan H15-16 p.k., atau
6-7 hari p.i. Hasil uji ANOVA dan analisis jalur (Path Analysis) menunjukkan
bahwa hasil kebuntingan berupa jumlah janin dipengaruhi oleh lama infeksi
(-0,269; p=0,005), kenaikan kadar IFNy plasma (-0,377; p=0,002) dan peningkatan
apoptosis sel-sel trofoblas (-0,718; p=,000). Jumlah janin tidak dipengaruhi
oleh dosis infeksi (-0,01; p=0,904), jumlah takhizoit (0,206; p=0,114) dan
apoptosis sel-sel desidua (0,014; p=0,809). Kadar IFNy plasma dipengaruhi oleh
jumlah takhizoit (0,647; p=,00), dan lama infeksi (0,288; p=0,01), tetapi tidak
dipengaruhi oleh dosis infeksi (0,023; p=0,824). Kenaikan kadar IFNy plasma
meningkatkan aktivitas caspase-3 (0,359; p=0,01) dan kemudian meningkatkan
apoptosis pada sel-sel trofoblas (0,962 p = 0,00), tetapi tidak
berpengaruh langsung pada apoptosis sel-sel trofoblas (0,082;
p=0,232). Kenaikan kadar IFNy plasma tidak meningkatkan aktivitas caspase 3
(-0,028 p=0,854) dan apoptosis sel-sel desidua secara langsung (0,057; p= 0,504
ataupun melalui caspase 3 (-0,028 ; p=0,854). Padaperiode 3 kebuntingan
mencit, indeks apoptosis sel-sel trofoblas lebih tinggi secara siginifikan
dibanding indeks apoptosis sel-sel desidua (p <0 apoptosis="" berpengaruh="" desidua="" janin="" jumlah="" menurunkan="" p="0.809).<o:p" peningkatan="" sedang="" sel-sel="" terhadap="" tidak="" trofoblas="">
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa infeksi
Toxoplasma pada periode-1 dan lama berlangsungnya infeksi
mempengaruhi hasil kebuntingan. pengaruh toksoplasmosispada hasil
kebuntingan lebih banyak melalui mekanisme imunologis dan biokimiawi dibandingkan
karena parasitnya sendiri. Peningkatan kadar IFNy yang berlebihan akibat
infeksi Toxoplasma gondii galur RH, menurunkan jumlah janin secara signifikan
(-0,377; p=0,002). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa masih banyak
mekanisme pada tingkat molekul dan sel yang terjadi, tetapi belum
dapat dijelaskan dari hasil penelitian ini dan perlu diteliti lebih jauh.
Penurunan jumlah janin akibat kenaikan kadar IFNy plasma juga terjadi melalui
jalur apoptosis sel-sel trofoblas secara ekstrinsik, yang didahului oleh
peningkatan aktivitas enzim caspase-3. Penurunan jumlah janin akibat
peningkatan kadar IFNy yang dipicu oleh infeksi Toxoplasma gondii galur
RH pada mencit BALB/c bunting, patut diduga terjadi melalui peran
makrofag. Makrofag yang mengisi 10-30% populasi sel di jaringan desidua
dan pada kebuntingan normal berperan melakukan regulasi apoptosis
sel-sel trofoblas, akan teraktivasi dan mensekresi IFNy lokal lebih banyak .
Hal ini menyebabkan ketahanan sel-sel trofoblas terhadap Fas-mediated apoptosis
menurun sehingga jumlah sel yang apoptosis semakin
meningkat Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kegagalan kehamilan pada toksoplasmosis lebih diprakarsai oleh
pihak fetal dibanding pihak maternal.