Jumat, 27 Mei 2016

Toxoplasmosis atau Toksoplasma Gondi

Apakah toxoplasmosis itu ?
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa  (hewan bersel satu) Toxoplasma gondii
Siapa saja yang bisa terkena ?
Semua orang (wanita & pria) bisa terkena penyakit ini.
Siapa saja yang perlu diperiksa Toxoplasma ?
“ Wanita yang akan hamil
“ Wanita yang baru / sedang hamil (bagi yg belum pernah atau hasil sebelumnya negatif)
“ Bayi  baru lahir yg ibunya positif terinfeksi toksoplasma pada saat hamil
“ Penderita yg diduga terinfeksi
Bagaimana mengenali gejala infeksi toxoplasma ?
Pada umumnya infeksi ini tidak menunjukkan gejala, kalaupun ada, gejalanya tidak khas/spesifik, sehingga sering dokter atau yang bersangkutan tidak mengenalinya.
Adakah cara lain untuk mendiagnosa infeksi ini ?
Ada. Diagnosa sangat tergantung pada pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium :
a. pemeriksaan parasit secara langsung : rumit, tidak praktis, butuh waktu lama, mahal.
b. pemeriksaan antibodi spesifik Toxoplasma  : IgG, IgM dan IgG affinity
Apakah IgM dan IgG Toxoplasma ?
IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi Toxoplasma.
IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya  akan menetap seumur hiduppada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi.
Apakah IgG affinity itu ?
Adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi.
Apa manfaat IgG affinity ?
Pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG avidity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat hamil
Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada TriMester I
‘ Perlu diketahui kapan pemeriksaan dilakukan pada kehamilan
Tes toksoplasma apa saja yang perlu dilakukan ?
idealnya :
“ Sebelum hamil ‘ tes IgG
“ Saat hamil, sedini mungkin (bila belum pernah atau hasil sebelumnya negatif) IgG dan IgM Toxoplasma .
Bila hasil negatif, diperlukan pemantauan setiap 3 bulan pada sisa kehamilan
Bagaimana Interpretasinya ?
a. bila IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi.
Harus diperiksa kembali 3 mgg kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+).
Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi Toxoplasma.
b. bila IgG (-) dan IgM (-)
Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi.
Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda).
Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.
c. bila IgG (+) dan IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi (persisten=lambat hilang).
Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.
d. bila IgG (+) dan IgM (-)
Pernah terinfeksi sebelumnya
Bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksi nya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.
Bila ada pertimbangan lain, Dr anda akan meminta izin untuk pemeriksaan lanjutan sesuai kebutuhan.
Rangkuman
“ Toxoplasmosis berbahaya bagi janin bila ibu terinfeksi pada saat hamil, khususnya padaTrimester I
“ Gejalanya tidak spesifik’ perlu pemeriksaan laboratorium
“ Pemeriksaan awal kehamilan
o Bila IgG & IgM negatif, hindarilah sumber infeksi yang dapat menyebabkan ibu tertulat dan selanjutnya perlu dilakukan pemantauan sepanjang kehamilan.
o Bila IgG  dan IgM positif belum tentu terinfeksi ‘ tes lanjutan IgG avidity ‘ dpt memperkirakan kapan infeksi terjadi (sebelum atau pada saat hamil)
Dengan deteksi sedini mungkin dokter dapat segera memberikan pengobatan/ melakukan tindakan yang diperlukan.
Toksoplasmosis sering disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya kegagalankehamilan, dengan berbagai jenis manifestasi klinis seperti abortus, lahir prematur, IUGR, lahir mati dan lahir cacat (Kasper and Boothroyd, 1993; Remington, 1995; Denney, 1999). Prevalensi toksoplasmosis secara serologik pada berbagai populasi di dunia termasuk di Indonesia mencapai lebih dari 50% (Partono dan Cross, 1975; Samil, 1988; Decavalas, 1990; Allain, 1998; Jenum, 1998; Sardjono, 2001a), namun apakah toksoplasmosis memang menyebabkan kegagalan kehamilan dan bagaimana mekanisme terjadinya hal tersebut, sampai sekarang masih belum dapat dijelaskan dengan baik.
Telah diketahui bahwa selain status kekebalan hospes, tingkat virulensi parasit penyebab infeksi sangat menentukan manifestasi klinik yang timbul. Berbagai jenis galur Toxoplasma gondii dikenal mempunyai tingkat virulensi yang tinggi I menengah dan rendah (Evans, 1992; Roberts and Alexander, 1992; Darde, 1996; Guo and Johnson, 1996; Jensen, 1998; Dubey, 1999; Kobayashi, 1999). Infeksi patogen intraseluler termasuk Toxoplasma gondii, memicu sekresi berbagai jenis sitokin proinflamasi (Th1) seperti TNFα, IL-12 dan IFNy. Hal ini bertujuan untuk melawan patogen yang bersangkutan, dan berdampak protektif bagi hospes yang bersangkutan (Hyde, 1990; Kasper and Boothroyd, 1993; Kasper, 1998; Denney, 1999; Abbas, 2000). Tetapi, overproduksi IFNy akibat infeksi Toxoplasma gondii galur RH, justru rnenginduksi Fas-dependenf apoptosis sel-sel T pada Peyer’s patch dan plasenta (Liesenfeld, 1997; Bliss, 1999; Denney, 1999; Mordue, 2001), dan menyebabkan rusaknya sel-sel hepar serta kematian mencit (Darde, 1996; Guo and Johnson, 1996; Jensen, 1998).
Kehamilan adalah suatu fenomena fisiologik di mana konseptus pada hakekatnya merupakan parasit atau “semi-allograft”. Secara imunologik, parasit ini; sepatutnya mengalami reaksi penolakan dari tubuh ibu, tetapi kenyataannya kehamilan tetap berlangsung hingga bayi aterm. Kelahiran normal pada dasarnya adalah bentuk penolakan janin yang sebelumnya telah diterima, yang terjadi sesuai dengan program yang direncanakan. Kegagalan kehamilan adalah bentuk penolakan yang terjadi lebih dini. Dari semua kasus kegagalan kehamilan 25-40% di antaranya terjadi pasca implantasi (Klein & Remington, 1995; Norwitz, 2001). Fenomena penerimaan dan penolakan janin ini cukup menarik perhatian para ahli sejak lebih dari setengah abad yang lalu (Cunningham, 1997; Hilla, 1997; Beer and Kwak Kim, 1998; Bowen, 2001). Berbagai konsep yang diajukan, khususnya tentang keterlibatan plasenta dalam imuno-patogenesis terjadinya kegagalankehamilan, masih diperdebatkan dan belum mencapai kesepakatan pendapat.
Apoptosis sel-sel plasenta adalah proses yang fisiologis. Pada kehamilan normal ditemukan apoptosis sel-sel desidua den trofoblas yang meningkat seiring dengan usia kehamilan(Smith, 1997; Runic, 1998; Halperin, 2000). Derajat apoptosis sel-se plasenta bayi aterm yang lahir spontan tidak berbeda dengan yang lahir melalui tindakan pembedahan caesar (Thief, 2000). Apoptosis sel-sel desidua dan villi khorionik pada kasus-kasus abortus spontan lebih tinggi dibanding pada kehamilan normal (Kokawa, 1998a; Jerzak, 1999; Hirabayashi, 1999; Ejima, 2000; Qumsiyeh, 2000). Kegagalan kehamilan diduga teejadi karena adanya peningkatan apoptosis sel-sel plasenta yang melebihi keadaan normal. Peningkatan IFNy pada toksoplasmosis dapat meningkatkan apoptosis sel-sel plasenta melalui jalur ekstrinsik, yaitu melalui interaksi receptor-ligand-FADD, yang mengaktivasi initiator dan effector caspases, termasuk caspase-3 (Thomberry, 1998; Cotran, 1999; Anonymous, 2003; Rowe and Chuang, 2004).
Penelitian eksperimental laboratorium ini dilakukan dengan menggunakan mencit BALB/c bunting. sebagai hewan coba, dengan tujuan untuk mencari dan mempelajari mekanisme terjadinya kegagalan kehamilan akibat toksoplasmosis. Untuk mendapatkan sejumlah mencit bunting dalam waktu yang bersamaan, dilakukan sinkronisasi oestrus terhadap 80 ekor mencit BALB/c betina yang sudah pernah beranak dengan memanfaatkan fenomena Lee Boot effect, Whitten effect dan Pheromomone effect. (O’Brien and Holmes, 1993; Bailie, 2000).
Setelah dikawinkan secara monogami selama satu malam, mencit-mencit tersebut dibagi menjadi 4 kelompok dosis, masing-masing beranggota 20 ekor. Inokulasi dengan takhizoit Toxoplasma gondii galur RH dilakukan pada H-9 pasca kawin (p.k.) dengan tiga tingkatan dosis, yaitu dosis 10, 50 dan 100 takhizoit, ditambah kelompok kontrol (dosis 0). Pengamatan untuk masing-masing kelompok dosis dilakukan pada H-12, H-14, H-16 dan H-18 p.k. Darah diambil dari sinus orbitalis sebelum mencit dimatikan dengan dislokasi servikal, lalu diukur kadar sitokin IFNy plasma dengan metoda ELISA. Takhizoit dalam cairan peritoneum dihitung menggunakan kamar hitung Neubauer. Setelah dibedah, hasilkehamilan dinilai dengan menghitung jumlah janin pada kedua uterus pada masing-masing mencit. Dua lobus uterus yang berisi janin masing-masing diambil untuk dibuat sediaan histopatologi. Dari irisan jaringan yang serial, salah satu di antaranya dilakukan pemeriksaan imunohisto-kimia untuk menilai ekspresi enzim caspase-3. lrisan sediaan histopatologi yang lain, masing-masing diwamai dengan HE dan perwamaan immunohistokimia menggunakan Apoptag Kit, lalu dihitung indeks apoptosis sel-sel trofoblas dan desidua dengan mikroskop cahaya biasa pada 20 lapangan pandang dengan pembesaran 1000X.
Dari 80 ekor mencit yang dikawinkan secara berpasangan, temyata yang berhasil buntingpada pengamatan secara fisik berjumlah 45 ekor (pregnancy rate = 56,25%), tetapi padapengelompokan ulang berdasarkan jumlah mencit pada masing-masing kelompok dosis yang masih hidup sampai dengan jadwal pembedahan serta memenuhi kriteria masukan, hanya diperoleh 24 ekor mencit, masing-masing 9 mencit dibedah pada H12 mewakili periode-2, dan 15 mencit dibedah pada H15-16 mewakili periode-3 dari kebuntingan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi Toxoplasma gondii galur RH pada mencit BALB/c bunting menurunkan jumlah janin. Pengaruh ini baru terlihat secara nyata padapengamatan H15-16 p.k., atau 6-7 hari p.i. Hasil uji ANOVA dan analisis jalur (Path Analysis) menunjukkan bahwa hasil kebuntingan berupa jumlah janin dipengaruhi oleh lama infeksi (-0,269; p=0,005), kenaikan kadar IFNy plasma (-0,377; p=0,002) dan peningkatan apoptosis sel-sel trofoblas (-0,718; p=,000). Jumlah janin tidak dipengaruhi oleh dosis infeksi (-0,01; p=0,904), jumlah takhizoit (0,206; p=0,114) dan apoptosis sel-sel desidua (0,014; p=0,809). Kadar IFNy plasma dipengaruhi oleh jumlah takhizoit (0,647; p=,00), dan lama infeksi (0,288; p=0,01), tetapi tidak dipengaruhi oleh dosis infeksi (0,023; p=0,824). Kenaikan kadar IFNy plasma meningkatkan aktivitas caspase-3 (0,359; p=0,01) dan kemudian meningkatkan apoptosis pada sel-sel trofoblas (0,962 p = 0,00), tetapi tidak berpengaruh langsung pada apoptosis sel-sel trofoblas (0,082; p=0,232). Kenaikan kadar IFNy plasma tidak meningkatkan aktivitas caspase 3 (-0,028 p=0,854) dan apoptosis sel-sel desidua secara langsung (0,057; p= 0,504 ataupun melalui caspase 3 (-0,028 ; p=0,854). Padaperiode 3 kebuntingan mencit, indeks apoptosis sel-sel trofoblas lebih tinggi secara siginifikan dibanding indeks apoptosis sel-sel desidua (p <0 apoptosis="" berpengaruh="" desidua="" janin="" jumlah="" menurunkan="" p="0.809).<o:p" peningkatan="" sedang="" sel-sel="" terhadap="" tidak="" trofoblas="">

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa infeksi Toxoplasma pada periode-1 dan lama berlangsungnya infeksi mempengaruhi hasil kebuntingan. pengaruh toksoplasmosispada hasil kebuntingan lebih banyak melalui mekanisme imunologis dan biokimiawi dibandingkan karena parasitnya sendiri. Peningkatan kadar IFNy yang berlebihan akibat infeksi Toxoplasma gondii galur RH, menurunkan jumlah janin secara signifikan (-0,377; p=0,002). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa masih banyak mekanisme pada tingkat molekul dan sel yang terjadi, tetapi belum dapat dijelaskan dari hasil penelitian ini dan perlu diteliti lebih jauh. Penurunan jumlah janin akibat kenaikan kadar IFNy plasma juga terjadi melalui jalur apoptosis sel-sel trofoblas secara ekstrinsik, yang didahului oleh peningkatan aktivitas enzim caspase-3. Penurunan jumlah janin akibat peningkatan kadar IFNy yang dipicu oleh infeksi Toxoplasma gondii galur RH pada mencit BALB/c bunting, patut diduga terjadi melalui peran makrofag. Makrofag yang mengisi 10-30% populasi sel di jaringan desidua dan pada kebuntingan normal berperan melakukan regulasi apoptosis sel-sel trofoblas, akan teraktivasi dan mensekresi IFNy lokal lebih banyak . Hal ini menyebabkan ketahanan sel-sel trofoblas terhadap Fas-mediated apoptosis menurun sehingga jumlah sel yang apoptosis semakin meningkat Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegagalan kehamilan pada toksoplasmosis lebih diprakarsai oleh pihak fetal dibanding pihak maternal.

HIV/AIDS


Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah nama untuk virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia virus ini terus bertambah banyak hingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh tidak sanggup lagi melawan virus yang masuk.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus HIV tersebut. Infeksi virus HIV secara perlahan menyebabkan tubuh kehilangan kekebalannya oleh karenanya berbagai penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh. Akibatnya penyakit-penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi bahaya bagi tubuh.  “slowly but deadly“, pelan tapi mematikan itulah julukan yang saya berikan untuk virus penyakit yang satu ini. HIV/AIDS merupakan penyakit yang mematikan bagi manusia, bahkan hingga saat ini belum ditemukan obat untuk mengatasi penyakit yang menyerang sistem kekebalan manusia itu.
Pengobatan hanya akan membantu Orang Dengan HIV/ AIDS (ODHA) untuk hidup lebih lama tetapi penyakit AIDS sendiri belum dapat disembuhkan tetapi dapat ditekan jumlah HIV dengan obat antiretroviral (ARV).
Orang yang baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja lama kelamaan sistem kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah, sehingga semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh. Pada tahapan itulah penderita disebut sudah terkena AIDS. HIV dapat menular melalui :
a.       Melalui cairan vagina atau sperma
b.      Seks yang sering bergonta ganti pasangan
c.       Penyimpangan seksual seperti: seks pra nikah, pelacuran dan homoseksual
d.      Penggunaan jarum suntik bersama dari orang yang sudah terinfeksi HIV
e.       Transfusi darah yang terkontaminasi dengan virus HIV
f.       Dari ibu hamil kepada janin yang dikandungnya
Orang yang terinfeksi HIV biasanya dapat hidup bertahun-tahun tanpa menunjukkan tanda-tanda penyakit. Mereka mungkin tampak sehat dan merasa sehat tetapi dapat menularkan virus pada orang lain.
Ada beberapa poin penting untuk pencegahan penyebaran dan penularan HIV/AIDS tersebut, diantaranya yaitu:
a.       Pencagahan yang utama adalah melalui pendidikan Agama dan pendidikan seks yang benar
b.      Menghindari perilaku seks bebas dan penyimpangan seksual
c.       Tidak mengkonsumsi narkoba
d.      penggunaan jarum suntik yang steril
e.       pemantauan kaum lelaki di lingkungan kerja serta perlindungan terhadap perempuan dan remaja putri
Mengapa Perlu Tahu HIV/AIDS?
a.       AIDS adalah penyakit berbahaya yang mematikan.
b.      Belum ada obat penyembuhnya dan vaksin pencegahnya.
c.       AIDS dapat menyerang semua orang tanpa pandang bulu.
d.      Masa inkubasinya lama antara 5 sampai 7 tahun.
e.       Biasanya orang yang kemasukan virus HIV tidak diketahui oleh dirinya sendiri maupun orang lain, bahwa dirinya mengidap virus HIV, karena dia tampak sehat dan merasa dirinya sehat.
Adapun gejala-gejala yang biasa nampak pada penderita AIDS adalah:
1. Lelah berkepanjangan
1.   Sering demam (>38 °C)
2.   Sesak nafas dan batuk berkepanjangan
3.   Berat badan turun mencolok
4.   Bercak merah kebiruan pada kulit/mulut
5.   Diare lebih satu bulan tanpa sebab yang jelas
6.   Bercak putih/luka dalam mulut
Bagaimana Proses Penularan HIV/AIDS?
Cairan tubuh penderita AIDS yang berperan dalam penularan adalah darah, sperma, cairan vagina, dan cairan tubuh lainnya yang tercemar HIV, misalnya air ludah. Cara penularan AIDS terutama melalui:
1)      Hubungan seksual, baik dengan sejenis maupun berbeda jenis kelamin yang mengidap virus HIV.
2)      Tukar menukar jarum suntik, akupunktur, tato, dan alat cukur yang tercemar virus HIV.
3)      Transfusi darah yang tercemar virus HIV.
4)      Dari ibu hamil yang kemasukan virus HIV kepada bayi yang dikandungnya.
5)      Pertolongan persalinan yang tercemar virus HIV.

AIDS tidak menular karena:
1.      Berjabat tangan, bersentuhan dengan badan, pakaian, dan barang-barang penderita HIV/AIDS
2.      Gigitan serangga atau nyamuk
3.      Bercium pipi
4.      Makanan dan minuman
5.      Hidup serumah dengan penderita, asalkan tidak melakukan hubungan seksual.
6.      Berenang bersama-sama dalam satu kolam renang
7.      Penderita bersin dan batuk di dekat kita
8.      Menggunakan WC yang sama dengan penderita HIV/AIDS
9.      Satu kantor atau sekolah, dll.
10.  Namun demikian tetap perlu diwaspadai apabila ada kulit kita yang terluka dapat menjadi pintu masuknya virus HIV.
Bagaimana Mencegah Tertularnya HIV/AIDS?
1)      Melakukan penyebarluasan informasi HIV/AIDS kepada teman, kelompok, dan keluarganya untuk mengurangi keresahan akibat berita yang salah dan menyesatkan.
2)      Menghindari atau mencegah penyebaran HIV/AIDS pada diri sendiri, keluarga, dan kelompoknya dengan jalan antara lain:
3)      Mempertebal iman dan taqwa agar tidak terjerumus ke dalam hubungan seksual pra nikah dan di luar nikah serta berganti-ganti pasangan.
4)      Hindari alat tercemar
5)      Alat kedokteran disteril (disucihamakan) dengan betul
6)      Jarum suntik jangan bergantian dan tidak mengkonsumsi narkoba
7)      Alat cukur jangan bergantian
8)      Jarum tindik, tato, alat salon harus steril
9)      Hati-hati bila kerokan
10)  Penderita HIV/AIDS sadar untuk tidak menularkan penyakit pada orang lain
11)  Hindarkan penyalahgunaan obat narkotika, alkoholisme dan segala bentuk pornografi yang dapat merangsang ke arah perbuatan seksual yang menyimpang.
12)  Kalau suami istri sudah terinfeksi virus HIV, maka pakailah kondom dengan benar dalam melakukan hubungan seksual.
13)  Melakukan tindakan pengamanan terhadap pencemaran virus HIV/AIDS melalui jarum suntik, transfusi darah, dan luka yang terbuka.
14)  Bagi wanita pengidap virus HIV dianjurkan untuk tidak hamil.
15)  Hindarkan pemakaian pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi milik orang lain.

Bagaimana Sikap Kita Terhadap Pengidap Virus HIV dan Penderita AIDS?
1)      Berpikirlah positif dan tenang, serta hindarilah tingkah laku yang bisa menularkan virus HIV.
2)      Perlakukan penderita AIDS secara manusiawi dan bijaksana serta jangan dikucilkan dari pergaulan.
3)      Anjurkan penderita untuk selalu memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
4)      Bimbing ke jalan agama agar tetap percaya diri, dan yakinkan tobatnya diterima Tuhan dan tetap beramal baik hingga akhir hayatnya.
5)      Ringankan penderitaan batin penderita AIDS.
Jika penderita AIDS meninggal dunia, diusahakan perawatan jenazahnya secara khusus.

PENYULUHAN LEPTOSPIROSIS


Nama Lain Leptospirosis  adalah Demam Pesawah, Demam Pemotong tebu, Demam Lumpur, Demam Non Virus. Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh  bakteri Leptospira sp. Bakteri leptospira dapat hidup dalam air, tanah yg lembab, tanaman dan lumpur dalam waktu yg lama. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia (kerbau, sapi, kuda, domba, kambing atau binatang lainnya) atau sebaliknya (zoonosis). Penularannya melalui luka terbuka dan terkena air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan - bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir.
a.       Jenis Leptospirosis
1)      Leptospirosis ringan - pasien mengalami nyeri otot, menggigil dan mungkin sakit kepala. 90% dari kasus Leptospirosis tergolong jenis ini. Terjadi sekitar 7 sampai 14 hari setelah seseorang terinfeksi, dan dalam beberapa kasus, tanda dan gejala tersebut mungkin muncul sebelum atau sesudahnya.
2)      Leptospirosis berat - dapat mengancam jiwa. Ada risiko kegagalan organ dan pendarahan internal. Jenis Leptospirosis ini terjadi ketika bakteri menginfeksi ginjal, hati dan organ lainnya. Pada beberapa kasus, orang yang sudah sangat sakit, seperti mereka yang menderita pneumonia, anak-anak balita, dan orang lanjut usia lebih cenderung untuk menderita Leptospirosis yang parah.
b.      Jenis Penularan Leptospirosis
Penularan Langsung = Dari penderita ke penderita langsung terjadi melalui kontak selaput lendir (mukosa) mata, kontak luka yg terbuka, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairan abortus.  Kontak mulut jrang terjadi karena bakteri tidak tahan terhadap asam dalam mulut.
Penularan Tidak Langsung = Terjadi melalui media atau perantara, misal kontak dengan hewan atau manusia dengan barang-barang yg telah tercemar urin penderita melalui alas tanah, air kandang hewan, makanan, minuman dan jaringan tubuh.
c.       Gejala Klinis
1)      Pada Hewan
Bersifat subklinis (tetap terlihat sehat meski telah terserang).
Kucing : warna kekuningan, radang mata, hidung, batuk dan sesak napas, demam, tidak nabsu makan, dan depresi.
Babi : kelainan saraf (berjalan kaku & berputar-putar), berat badan turun, banyak minum dan banyak urinasi.
Sapi : lebih banyak terjadi pada pedet. Panas, Anemia, warna telingan & hidung hitam,  kematian.
2)      Pada Manuasia
Masa inkubasi 2 – 26 hari. Ada 3 fase perkembangan leptspirosis pada manusia yaitu :
1)      Fase septisemik
Merupakan fase awal atau leptospiremik dimana bakteri diisolasi dlm darah. Gejala yg timbul mendadak demam tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara.
2)      Fase Imun
Fase ini terjadi pada 0 – 30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri leptospirosis.
Gambaran klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, gangguan paru-paru serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
3)      Sindrom weil (fase Terakhir)
Ditandai dengan disfungsi ginjal, paru-paru, hati, dan perdarahan berat. Keadaan ini bisa memburuk setiap waktu yg dapat menagkibatkan kematian.
b.      Cara Menanggulangi Penyakit Leptospirosis
Pada hewan peliharaan/ternak: Diberikan vaksinasi leptospirosis
Pada manusia :
1)      Berperilaku hidup bersih dan sehat
2)      Membersihkan diri dengan antiseptik atau bersihkan diri setelah kontak dengan hewan, kandang, maupun lingkungan hewan berada.
3)      Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
4)      Kebiasaan merawat luka
5)      Pemakaian alat pelindung diri


PENYAKIT LANSIA (SINDROM GAGAL PULIH)


A. Definisi Sindrom Gagal Pulih
Suatu sindrom yang berhubungan dengan menurunya fungsi organ tubuh, kerusakan sistim fisiologis secara multipel dan berkurangnya kemampuan untuk memulihkan homostasis tubuh (Bertali, et, al, 2006)
Sindroma gagal-pulih adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat dari menurunnya kapasitas multisistem yang berisiko tinggi terhadap timbulnya berbagai penyakit, trauma atau kondisi kesehatan negatif lainnya namun kondisi tersebut dapat dicegah melalui intervensi tertentu. Contoh bentuk gagal-pulih, antara lain: perawatan diri yang tidak terpelihara karena kelemahan dan keletihan (fatigue) atau seseorang yang sering jatuh karena gaya berjalan yang tidak seimbang atau kelemahan.
B. Penyebab Sindrom Gagal Pulih
Ø Faktor Estrinsik
1.    Lingkungan/sosial
Mis : lansia yang diisolasi, miskin, tinggal sendiri, penelantaran, penganiayaan
2. Pesikologis
Mis : depresi
3. Fungsionl
Mis : Dimensia
Ø Intrinsik (somatis)
1.    Penurunan energi yang diperoleh tubuh
Mis: Kondisi gigi geligi yang sudah ompong, malabsorbsi, disfagia.
2. Peningkatan kebutuhan energi
Mis: Status katabolik
3. Efek samping obat
Mis: Obat dg ES mual, muntah
4. Penyakit kronis
Mis: PPOK, Kanker, Penurunan audio-visual. (The Medical Council of Canada, 2008)
C. Tanda Dan Gejala
a. Di tandai dengan gejala
1. Kelemahan fisik (impared physical fungtion)
Faktor pencetus : gangguan neurologis, gangguan penglihatan, gangguan muskuloskeletal, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, kemampuan pemberian perawatan, penyakit komorbid, obat-obatan.
2. Malnutrisi
Faktor pencetus : Hiposmia dan hipogeusia, Gangguan pada gigi dan mulut, Gangguan menelan dan bicara, compliance lambung, Waktu pengosongan lambung lebih lama, Cholesterofobia, Masalah ekonomi, Efek samping obat.
3. Depresi
Faktor pencetus : Duka cita (kematian), Penurunan hub. Sosial, Menciutnya jaringan sosial, Riwayat depresi, Respon pada penyakit kronis, Pengobatan dalam waktu lama
4. Kerusakan kongnitif (congnitif imparet)
Faktor pencetus : Dimensia, Delirium berat, Penyebab irreversible (CVA), Obat-obatan Mis: β-blocker, antikolinergik.
(Sarkisian, CA, 1996)
Apabila seseorang menunjukkan tiga gejala atau lebih disebut “gagal-pulih”, apabila hanya menunjukkan satu atau dua gejala disebut “pregagal-pulih”, sedangkan tidak menujukkan gejala apapun disebut “tak gagal-pulih”. Ketiga level tersebut tergantung pada usia, kondisi penyakit kronis, fungsi kognitif, dan gejala depresif.
D. Asuhan Keperawatan
a.    Pengkajian : Status kesehatan saat ini dan sebelumnya, Px fisik head to toe, Review pengobatan yang pernah diterima, Pemeriksaan lab, 4 gejala yg menandai gagal pulih, Pengkajian lingkungan.
b.    Diagnosa keperawatan.
Ø Intoleransi aktifitas b.d. imobilitas/bed rest secara umum
Ø Kelelahan b.d. masalah psikologis, situasional crisis, fisiologis, lingkungan
Ø Ketidakberdayaan b.d. stres jangka panjang, hilangnya kepercayaan pada Tuhan, pembatasan aktifitas yang lama, memburuknya keadaan fisiologis
Ø Resiko tinggi injury
Ø Gangguan mobilitas fisik
Ø Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Ø Nyeri kronik
c.    Prinsip interfensi keperawatan
1.    Kelemahan fisik
a)    Latihan fisik : Kekuatan menahan, gerakan fisik (cara berjalan dan balance) dan terapi wicara.
b)   Terapi okupasi
c)    Modifikasi lingkungan
2.    Depresi
a)    Psikoterapi : Pet therapy, Introduce, activities and visitors.
b)   Antidepresan
c)    Modifikasi lingkungan
3. Malnutrisi
a)    Kaji penyebab adanya gangguan pada pemenuhan nutrisi lansia.
Mis: penglihatan, ekstremitas atas, gx menelan, gx absorbsi, dll.
b)      Atasi oral pathology.
c)      Review pola makan lansia.
d)     Meningkatkan frekuensi makan.
e)      Berikan suplemen & penambah napsu makan.
f)       Berikan nutrisi enteral atau parenteral bila diperlukan.
4. Kerusakan Kognitif
a)      Mengembangkan pola pikir optimistik
b)      Mengatasi depresi
c)      Mengatasi malnutrisi
d)     Mengatasi infeksi
e)      Memberikan obat penghambat dimensia

5. Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan/kemampuan keluarga dan care giver profesional dalam merawat lansia.PENYAKIT LANSIA (SINDROM GAGAL PULIH)
A. Definisi Sindrom Gagal Pulih
Suatu sindrom yang berhubungan dengan menurunya fungsi organ tubuh, kerusakan sistim fisiologis secara multipel dan berkurangnya kemampuan untuk memulihkan homostasis tubuh (Bertali, et, al, 2006)
Sindroma gagal-pulih adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat dari menurunnya kapasitas multisistem yang berisiko tinggi terhadap timbulnya berbagai penyakit, trauma atau kondisi kesehatan negatif lainnya namun kondisi tersebut dapat dicegah melalui intervensi tertentu. Contoh bentuk gagal-pulih, antara lain: perawatan diri yang tidak terpelihara karena kelemahan dan keletihan (fatigue) atau seseorang yang sering jatuh karena gaya berjalan yang tidak seimbang atau kelemahan.
B. Penyebab Sindrom Gagal Pulih
Ø Faktor Estrinsik
1.    Lingkungan/sosial
Mis : lansia yang diisolasi, miskin, tinggal sendiri, penelantaran, penganiayaan
2. Pesikologis
Mis : depresi
3. Fungsionl
Mis : Dimensia
Ø Intrinsik (somatis)
1.    Penurunan energi yang diperoleh tubuh
Mis: Kondisi gigi geligi yang sudah ompong, malabsorbsi, disfagia.
2. Peningkatan kebutuhan energi
Mis: Status katabolik
3. Efek samping obat
Mis: Obat dg ES mual, muntah
4. Penyakit kronis
Mis: PPOK, Kanker, Penurunan audio-visual. (The Medical Council of Canada, 2008)
C. Tanda Dan Gejala
a. Di tandai dengan gejala
1. Kelemahan fisik (impared physical fungtion)
Faktor pencetus : gangguan neurologis, gangguan penglihatan, gangguan muskuloskeletal, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, kemampuan pemberian perawatan, penyakit komorbid, obat-obatan.
2. Malnutrisi
Faktor pencetus : Hiposmia dan hipogeusia, Gangguan pada gigi dan mulut, Gangguan menelan dan bicara, compliance lambung, Waktu pengosongan lambung lebih lama, Cholesterofobia, Masalah ekonomi, Efek samping obat.
3. Depresi
Faktor pencetus : Duka cita (kematian), Penurunan hub. Sosial, Menciutnya jaringan sosial, Riwayat depresi, Respon pada penyakit kronis, Pengobatan dalam waktu lama
4. Kerusakan kongnitif (congnitif imparet)
Faktor pencetus : Dimensia, Delirium berat, Penyebab irreversible (CVA), Obat-obatan Mis: β-blocker, antikolinergik.
(Sarkisian, CA, 1996)
Apabila seseorang menunjukkan tiga gejala atau lebih disebut “gagal-pulih”, apabila hanya menunjukkan satu atau dua gejala disebut “pregagal-pulih”, sedangkan tidak menujukkan gejala apapun disebut “tak gagal-pulih”. Ketiga level tersebut tergantung pada usia, kondisi penyakit kronis, fungsi kognitif, dan gejala depresif.
D. Asuhan Keperawatan
a.    Pengkajian : Status kesehatan saat ini dan sebelumnya, Px fisik head to toe, Review pengobatan yang pernah diterima, Pemeriksaan lab, 4 gejala yg menandai gagal pulih, Pengkajian lingkungan.
b.    Diagnosa keperawatan.
Ø Intoleransi aktifitas b.d. imobilitas/bed rest secara umum
Ø Kelelahan b.d. masalah psikologis, situasional crisis, fisiologis, lingkungan
Ø Ketidakberdayaan b.d. stres jangka panjang, hilangnya kepercayaan pada Tuhan, pembatasan aktifitas yang lama, memburuknya keadaan fisiologis
Ø Resiko tinggi injury
Ø Gangguan mobilitas fisik
Ø Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Ø Nyeri kronik
c.    Prinsip interfensi keperawatan
1.    Kelemahan fisik
a)    Latihan fisik : Kekuatan menahan, gerakan fisik (cara berjalan dan balance) dan terapi wicara.
b)   Terapi okupasi
c)    Modifikasi lingkungan
2.    Depresi
a)    Psikoterapi : Pet therapy, Introduce, activities and visitors.
b)   Antidepresan
c)    Modifikasi lingkungan
3. Malnutrisi
a)    Kaji penyebab adanya gangguan pada pemenuhan nutrisi lansia.
Mis: penglihatan, ekstremitas atas, gx menelan, gx absorbsi, dll.
b)      Atasi oral pathology.
c)      Review pola makan lansia.
d)     Meningkatkan frekuensi makan.
e)      Berikan suplemen & penambah napsu makan.
f)       Berikan nutrisi enteral atau parenteral bila diperlukan.
4. Kerusakan Kognitif
a)      Mengembangkan pola pikir optimistik
b)      Mengatasi depresi
c)      Mengatasi malnutrisi
d)     Mengatasi infeksi
e)      Memberikan obat penghambat dimensia
5. Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan/kemampuan keluarga dan care giver profesional dalam merawat lansia.